KPK Melakukan Penggeledahan Gedung Pemprov Jatim
Losresultados.info –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan sejumlah ruangan di lingkungan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Jawa Timur di Jalan Pahlawan Surabaya, Rabu (21/12). Termasuk yang digeledah oleh para penyidik KPK itu adalah ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Emil Dardak, dan ruangan Sekda Jatim Adhy Karyono.
Setidaknya ada tujuh penyidik KPK yang melakukan penggeledahan. Mereka tampak mengenakan kemeja dan ransel lengkap dengan rompi krem bertulis KPK. Para penyidik itu berpencar memasuki ruang kerja gubernur, ruangan wakil gubernur, dan ruangan kerja Sekdaprov. Penggeledahan ini diduga berkaitan dengan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan suap pengurusan dana hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak.
Sebelum menggeledah kantor gubernur, pada Rabu (21/12) siang mereka terlebih dahulu masuk ke gedung Sekretariat Daerah yang lokasinya berada dalam satu kompleks. Para penyidik KPK sebelumnya juga telah menggeledah beberapa ruangan di Gedung DPRD Jawa Timur pada Senin (19/12). Dalam penggeledahan yang berlangsung sekitar 9 jam itu, para penyidik KPK membawa sejumlah koper yang diduga berisi barang bukti.
Sama seperti penggeledahan di gedung DPRD Jatim sebelumnya, kemarin para penyidik dari lembaga antirasuah itu tak memberikan keterangan apapun. Mereka hanya berlalu keluar masuk ruangan. Namun di KPK membenarkan bahwa penggeledahan di gedung Pemprov Jatim maupun penggeledahan di gedung DPRD Jatim itu berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah Provinsi Jatim senilai Rp7,8 triliun.
Selain Sahat, dalam kasus ini KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai koordinator lapangan Pokmas. Dalam OTT yang digelar di Surabaya pada Rabu (14/12) malam, tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar AS dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers menjelaskan bahwa konstruksi kasus ini bermula saat Pemprov Jawa Timur merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat. Distribusi penyalurannya antara lain melalui Pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Johanis berujar pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, satu di antaranya Sahat. Sahat disebut menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.
“Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH (Abdul Hamid) setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen,” kata Johanis, Jumat (16/12) dini hari.
Besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh kedua tersangka tersebut yaitu sebanyak Rp40 miliar telah disalurkan pada 2021 dan Rp40 miliar di tahun 2022. “Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar,” ungkap Johanis.
Namun, uang yang baru diterima Sahat hanya sebesar Rp1 miliar. Uang ini yang diamankan tim KPK saat menggelar OTT. Sedangkan Rp1 miliar lainnya direncanakan akan diberikan pada Jumat (16/12). KPK menduga Sahat telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut. “Berikutnya tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS,” kata Johanis.
Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga : Tekan Tabur Garam Saat Pertumbuhan Awan Hujan