News

Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Tambang Ilegal, Ismail Bolong Kenakan Baju Berwarna Oranye

Losresultados.infoPenyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus tambang batu bara ilegal. Dari foto yang Tribun dapatkan, Ismail Bolong terlihat menggunakan baju tahanan berwarna orange bernomor 032. Dari baju tahanan tertulis pula tulisan Bagtahti.

Adapun peran dari Ismail Bolong dalam kasus tersebut adalah sebagai pengatur jalannya pertambangan yang tidak memiliki izin usaha. Diketahui, tambang ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong cs di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.

“Peran IB mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP (PT Energindo Mitra Pratama) yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah dalam konferensi pers, Kamis (8/12).

Selain Ismail Bolong, penyidik juga telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya yakni berinisial BP alias Budi dan RP alias Rinto.

Nurul mengatakan keduanya juga memiliki peran yang berbeda.  BP, kata Nurul, berperan sebagai penambang batu bara ilegal di wilayah PKP2B PT. Santan Batubara Blok Silkar Desa Santan Ulu, Kec. Marangkayu, Kab. Kutai Kertanegara.

“RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP,” jelasnya.

Saat ini, ketiga tersangka tersebut sudah ditahan dengan dijerat pasal Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan kasus tambang ilegal telah resmi naik ke penyidikan tepat sepekan lalu.

Namun kata Ketut hingga kini, tim penyidik belum mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan.

“Sejauh ini saya baru menerima informasi dari media,” ujarnya.

Padahal berdasarkan Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019, SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/ korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.

Meski demikian, Ketut mengungkapkan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait kasus ini. Termasuk pula soal unit kerja yang akan menangani.

“Dalam hal ini kalau dia misalnya ditangani Mabes Polri, berarti yang menerima SPDP itu adalah Jampidum. Kalau yang ditangani Polda berarti yang menerima SPDP adalah Kejati,” katanya.

Terkait kasus ini, Ketut menegaskan bahwa pihak Kejaksaan hanya akan membantu dalam urusan penuntutan dan pra-penuntutan. Jika kemudian ditemukan pengembangan terkait suap dalam kasus ini, maka Kejaksaan menyerahkan sepenuhnya kepada Polri.

“Bahwa itu ada perkara tambang, perkara suap dan sebagainya, mereka punya kewenangan untuk itu. Jadi kita tinggal menunggu apakah SPDP-nya nanti di Pidsus atau Pidum, nanti kita tunggu,” ujarnya.

Terpisah, Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing menyatakan kliennya ditetapkan tersangka kasus perizinan tambang dan bukan sebagai terduga pelaku suap terhadap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

“Jadi tidak ada mengenai suap, tidak ada. Jadi saya clear-kan, tidak ada pak Ismail Bolong ditangkap karena katanya memberikan suap kepada petinggi Polri, itu tidak ada loh,” ujar Johannes.

Johannes menambahkan kliennya menyatakan sejak menjadi anggota Polri dan berhenti dengan hormat dari Polri tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim Komjen Agus. Kliennya juga menyampaikan tidak pernah memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun terkait bisnis tambang ilegal yang dijalankannya.

“Kalau kenal secara pribadi ya kenal karena (Komjen Agus) pucuk pimpinan, tetapi kalau katanya bertemu apalagi kalau katanya sampai menjanjikan sesuatu bahkan memberikan itu tidak pernah. Ini diklarifikasi betul, pak IB menyampaikan kepada saya ini menyangkut nama baik orang,” ujar Johannes.

Menurut pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebut kasus Ismail Bolong itu bisa membuka pintu masuk pengusutan dan pemberantasan mafia tambang di Indonesia termasuk adakah elite yang ikut bermain. Meski begitu, Fahmy mengatakan kunci pemberantasan mafia tambang itu juga bergantung pada komitmen Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

“Kasus Ismail Bolong barangkali sebagai pintu masuk pada KPK untuk mengusutnya. Tetapi, saya kira ini tidak akan jalan, apakah itu KPK, apakah Mahfud MD akan melanjutkan, tanpa ada endorse dari presiden,” kata Fahmy.

Fahmy mengutip keterangan Wali Kota Solo yang juga sekaligus anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka terkait dugaan adanya pihak-pihak di belakang pelaku pertambangan ilegal. Dia menyebut pihak yang melindungi aktivitas tambang ilegal di Indonesia dengan istilah ‘langit ke tujuh’. 

“Gibran mengatakan ngeri melihat beking tambang di Indonesia. Maka saya kaitkan, itulah kekuatan langit ketujuh yang memback-up tadi. Nah siapakah mereka? Siapa yang menikmati aliran dana tadi? Ini tugas KPK untuk mengusut secara tuntas. Yang salah siapa harus ditindak sesuai hukum,” tegas mantan anggota  Tim Anti Mafia Migas ini.

Fahmu mengklaim berdasarkan pengalamannya elite yang membekingi aktivitas ilegal itu diduga berasal dari kalangan elit partai hingga elit ormas. Ia bahkan menyebutkan beking tambang ilegal terdapat oknum dari anggota pemerintahan yaitu DPR dan DPRD.

“Dari hasil kajian kami di Tim Anti Mafia Migas, ini saya kira polanya sama. Jadi ring satu itu meliputi tadi, misal elit partai, elit ormas. Kemudian juga oknum-oknum anggota DPR atau DPRD yang membuat aturan Undang-Undang yang mungkin bahwa illegal mining itu sulit ditindak,” ungkapnya.

Ibarat kasus Ferdy Sambo, Fahmy berucap kasus Ismail Bolong juga harus bisa menjadi momentum untuk membongkar elit dibalik pertambangan ilegal itu.

“Ini butuh komitmen yang kuat dari Jokowi untuk mengatasi masalah tambang ilegal karena kerugian negara ini besar sekali. Semestinya itukan untuk kemakmuran rakyat tapi hanya dinikmati oleh segelintir orang, termasuk beberapa oknum yang disebutkan oleh Ismail Bolong,” katanya.

Fahmy juga mengatakan bahwa area pertambangan ilegal tersebar di seluruh Indonesia. Jumlahnya menurut dia amat banyak tapi tak tersentuh oleh hukum.

Data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat lebih dari 2.700 lokasi pertambangan tanpa izin (Peti) atau tambang ilegal yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi Peti batu bara ada sekitar 96 lokasi, dan Peti mineral sekitar 2.645 lokasi, berdasarkan data triwulan ketiga 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *