Eks PM Jepang Tewas Ditembak, Pemerintah RI Ucapkan Bela Sungkawa

Losresultados.infoMenteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno Marsudi turut menyatakan telah mendapat kabar atas wafatnya eks Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe setelah mendapatkan perawatan usai ditembak.

“Saya baru saja menerima berita duka dari Tokyo tentang kematian mantan perdana menteri Jepang,” kata Menteri Retno saat jumpa pers di sela agenda Foreign Minister Meeting (FMM) G20 di Bali, yang ditayangkan secara daring Jumat (8/7).

Terkait adanya kabar duka tersebut, atas nama perwakilan rakyat dan pemerintahan Indonesia, Menteri Retno turut menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Shinzo Abe.

“Saya ingin menyampaikan simpati dan belasungkawa yang sedalam-dalamnya dari pemerintah dan rakyat Republik Indonesia kepada pemerintah dan rakyat Jepang pada saat dukacita ini,” beber Retno.

Dia turut mengenang sosok Shinzo Abe kala memimpin pemerintahan Jepang. Kata Retno, Shinzo Abe merupakan sosok pemimpin yang kehidupannya hanya didedikasikan untuk melayani rakyat Jepang.

Atas pengabdiannya terhadap negara itu, membuat jasa Shinzo Abe akan selalu dikenang oleh setiap negara sahabat, termasuk Indonesia.

“Semua dedikasi untuk melayani negara dan rakyat ini akan selalu dikenang sebagai contoh utama bagi kolega,” ucap Retno.

Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang dan Federasi Mikronesia Heri Akhmadi atas nama Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinan atas penembakan terhadap Abe.

“Saya, atas nama Pemerintah Indonesia, menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kejadian penembakan terhadap Mantan PM Shinzo Abe. Pemerintah dan masyarakat Indonesia di Jepang berdoa untuk kebaikan PM Abe dan keluarga serta seluruh masyarakat Jepang,” kata Dubes RI dalam pernyataannya.

Sebelumnya, Mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe, salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam sejarah pasca perang Jepang, dinyatakan meninggal dunia pada Jumat sore waktu setempat. Dikutip dari laman The Japan Times ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah ditembak saat sedang menyampaikan pidatonya dalam kampanye untuk anggota partainya di kota Nara.

Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida sebelumnya menggambarkan Abe sedang dalam ‘kondisi serius’ setelah tidak sadarkan diri pasca mengalami tembakan pada bagian dada. Abe dinyatakan meninggal pada usia 67 tahun, ia merupakan Perdana Menteri terlama di Jepang, dengan dua masa jabatan dari periode 2006 hingga 2007 dan 2012 hingga 2020.

Masa jabatan Abe diwarnai oleh skandal dan perselisihan, dan ia akhirnya mengundurkan diri dengan alasan kesehatan yang buruk. Dirinya kemudian mengakui bahwa ia sedang menderita penyakit yang di diagnosis sebagai kolitis ulserativa.

Kendati mengaku sedang sakit, Abe tetap mendominasi Partai Demokrat Liberal (LDP). Ia memimpin faksi terbesar partai dan ada pembicaraan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan untuk kembali ke panggung politik jika ada kesempatan.

Pencapaian rekor Abe sebagai perdana menteri sebelum mengundurkan diri pada 2020, ditunjukkan dengan membawa stabilitas ke Jepang setelah enam pemerintahan. Ia membantu Jepang keluar dari siklus deflasi, menghadapi pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mempertanyakan satu-satunya aliansi militer negara itu, dan bekerja untuk meningkatkan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya China, yang paling bermusuhan dalam beberapa dekade saat dirinya menjabat.

Abe mungkin paling dikenal karena rencananya untuk menghidupkan kembali ekonomi Jepang yang lesu melalui pelonggaran moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya dan reformasi peraturan yang akhirnya diberi label ‘Abenomics’. Ia dipandang sebagai tangan yang sanggup mengkonsolidasikan kekuatan selama rekor jabatan kali kedua, dan mampu mengatasi skandal.

Ini termasuk salah satu yang terungkap pada 2017 atas alokasi lahan pemerintah yang dipertanyakan untuk sekolah yang diberikan kepada rekanan Abe dan istrinya Akie. Abe memainkan peran utama dalam memenangkan Olimpiade 2020 untuk Tokyo, yang kemudian ditunda satu tahun hingga 2021 karena pandemic virus corona (Covid-19).

Bapak Abenomics

Kematian mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe setelah sempat kritis akibat mengalami penembakan pada bagian leher dan dada, tentu mengejutkan dunia.Ia ditembak saat sedang menyampaikan pidatonya dalam kampanye untuk anggota partainya di kota Nara pada Jumat siang, sekitar pukul 11.30 waktu setempat.

Selama masa pemerintahannya, Abe paling dikenal dengan rencananya untuk menghidupkan kembali ekonomi Jepang yang lesu melalui pelonggaran moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya dan reformasi peraturan yang akhirnya diberi label ‘Abenomics’.

Dikutip dari laman www.thebusinessprofessor.com, Abenomics merupakan istilah ekonomi yang berasal dari Jepang karena ‘dianjurkan dan diundangkan’ oleh Shinzo Abe, seorang mantan Perdana Menteri (PM) Jepang. Abenomics adalah kebijakan ekonomi yang digunakan oleh Jepang di bawah pemerintahan Abe, yang akhirnya mampu menarik negara itu keluar dari deflasi yang dideritanya.

Untuk menarik Jepang keluar dari deflasi, kebijakan ekonomi yang ‘dibumbui’ dengan reformasi struktural pun ia kembangkan. Abenomics sering dilihat sebagai kebijakan agresif yang menyentuh situasi moneter dan fiskal negara.

Sebagai bentuk kebijakan ekonomi, Abenomics berkaitan dengan peningkatan stimulus fiskal dan stimulus moneter dalam negeri melalui belanja pemerintah dan kebijakan bank sentral yang tidak konvensional.

Abenomics bertumpu pada tiga faktor vital yang bertujuan untuk menarik negara keluar dari deflasi yang secara konsisten diderita dalam beberapa dekade terakhir. Ketiga faktor atau dasar tersebut meliputi stimulus moneter, stimulus fiskal dan reformasi struktural.

Abenomics diperkenalkan oleh Shinzo Abe pada awal masa jabatan keduanya. Melalui kebijakan ekonomi tersebut, Jepang ingin meningkatkan stimulus fiskal dalam negeri melalui pengeluaran pemerintah dan juga mencapai reformasi struktural dalam perekonomian Jepang.

Strategi reformasi (pertumbuhan) struktural pun dirancang oleh pemerintah Jepang dan ini dilengkapi dengan peningkatan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya menarik negara itu keluar dari deflasi. Di Jepang, tahun 1990-an ditandai sebagai ‘dekade yang hilang’ karena itu adalah periode di mana Jepang tengah mengalami stagnasi ekonomi yang luar biasa. Hal ini mengakibatkan defisit anggaran yang sangat besar bagi pihak pemerintah Jepang.

Cukup banyak teknik yang telah dikerahkan pemerintah dan ekonom pada periode itu, untuk mengeluarkan ekonomi Jepang dari situasi ekonomi yang buruk. Misalnya pada 1998, seorang ekonom bernama Paul Krugman berpendapat bahwa pemotongan suku bunga jangka panjang dan peningkatan pengeluaran dapat membantu meningkatkan ekspektasi inflasi di negara tersebut.

Sebuah metode pelonggaran kuantitatif juga diadopsi pada awal 2005, namun upaya ini sama sekali tidak mengakhiri deflasi. Lalu ada upaya lain yang dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi yang tercatat antara 2006 hingga 2009.

Abenomics dikenal sebagai program Abe dalam memulai awal periode keduanya saat menjabat kembali sebagai Perdana Menteri Jepang. Masa jabatan pertama Abe sebagai Perdana Menteri dimulai pada 2006 hingga 2007.

Namun saat ia kembali menjabat untuk masa jabatan kedua pada 2012, ia datang dengan kebijakan ekonomi yang kemudian berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi deflasi yang dialami Jepang. Untuk menghidupkan kembali ekonomi Jepang yang stagnan, Abe memberlakukan Abenomics sebagai strategi kebangkitan ekonomi yang memiliki tiga komponen utama, yakni kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan reformasi struktural atau strategi pertumbuhan.

Kebijakan moneter berkisar pada produksi mata uang tambahan antara 60 triliun hingga 70 triliun yen. Lalu kebijakan keduanya adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya akan menciptakan stimulus fiskal.

Selanjutnya komponen ketiga dari Abenomics adalah salah satu yang membutuhkan perubahan signifikan yang terjadi pada industri dan perusahaan di Jepang, yakni reformasi struktural.

Kebijakan Abenomics bukannya tanpa efek pada perekonomian Jepang. Pada Mei 2017, metrik inflasi yang disukai Jepang sebenarnya adalah level 0,1 persen, namun Jepang berjalan pada tingkat tahunan 1,2 persen yang merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan tingkat yang mendasarinya.

Terlepas dari beberapa kelemahan Abenomics, Jepang dianggap sebagai primadona inflasi pada 2017, hal ini bertentangan dengan latar belakang ekonomi global yang memiliki sedikit dukungan terhadap inflasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *